sudah lama
tidak digunakan lagi. Motor pun jatuh dengan meraung
panjang. Ujang terlempar ke depan motor dan tubuhnya
membentur kios rokok tersebut dengan cukup keras.
"Astaghfirullaah ...... ?!"
"Ya, ampuuun .... Lu kenapa sih, Jang? Kenapaaa...??!"
seru Jamil sambil bergegas menolong Ujang bersama Mang
Oyom, sementara Sarman berusaha mematikan mesin motor.
Ujang tak mempedulikan lukanya. Tak menggubris kepalanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berdarah akibat membentur tepian kios rokok. Ia
terengah-engah dengan matanya yang liar dan wajahnya yang
pucat . Sangat ketakutan.
"Sseee... seeetan...!Tooollong, ad... ada... ada..."
"Setan apaan, maksudmu?! " sentak Jamil yang menjadi
panik begitu mengetahui Ujang berlumuran darah.
"Ada ��� dengan setan, Jang?! Maksudmu gimana sih?!"
"Bawa dulu dia ke mari, Mil!" seru Sarman.
Suasana menjadi serba menegangkan. Dua orang lelaki
yang tinggalnya tak jauh dari tempat itu segera keluar dari
rumah mereka. Melihat Ujang berdarah dan dituntun ke
bangku warung, maka kedua lelaki itu: Mas Budi dan Bang
Eddy, segera menghampiri warungnya Mang Oyom. Mereka
juga penasaran mendengar penuturan Ujang yang tak jelas,
dan terkesan seperti orang kesurupan jadinya.
"Seetan.., iiya, oohh, takuuut... ! Jaaangan, jangan...
ooohh, jangan dekati saya ..... !"
"Kasih minum dulu tuh," usul Mas Budi, dan Mang Oyom
segera memberikan segelas air putih dingin kepada Jamil
untuk diminumkan kepada Ujang. Mereka berusaha
menenangkan Ujang silih berganti .
Beberapa saat kemudian, setelah mereka yakin lukanya
Ujang tidak terlalu parah, tidak perlu dibawa ke rumah sakit,
lambat laun Ujang pun mulai dapat menguasai diri. Meski pun
dengan ekspresi wajah masih dicekam perasaan takut, tukang
ojek termuda mulai bisa bicara dengan jelas.
"Sa... saya melihat setan, Bang. Sum... sumpah! Saya lihat
sendiri dengan jelas sekali Bang. Jelas sekali dia itu hantu!"
"Hantu ��� setan?!"
"Setan apaan yang elu lihat tadi, Jang?!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ceritanya gimana, ceritanya ..?"
"Kayaknya tadi elu bawa penumpang ke arah komplek. Iya
kan?" tanya Sarman sambil memberi obat merah pada lukaluka
di lengan Ujang. Obat merah itu diperoleh dari rumah
Bang Eddy.
"Iya, Bang. Saya anter dia ke Jalan Kenari Ujung. Nah,
pulangnya saya nggak lewat tengah komplek, tapi motong
jalan lewat pinggiran komplek. Maksud saya biar dekat dan
cepat sampai sini."
"Hmm, terus... kamu lihat setan di mana?"
"Iya, setannya kayak apa sih?! Coba gambarkan
bentuknya...!" Jamil tampak penasaran sekali, karena dalam
hatinya dia mengalami keraguan. Antara percaya dan tidak.
"Abang... masih... masih ingat, hmmm .. Bang Rubby,
kan?"
Jamil berkerut dahi.
"Rubby.... ? Maksud lu, Rubby yang dulu jadi. sopir taksi?"
"Naaah, naaah... iya, benar!"
"Yang tinggalnya di rumah kontrakan Haji Napih?" sahut
Sarman.
"Be... benar, Bang."
"Huuuh, gimana sih lu, Jang... Rubby yang itu kan udah
meninggal sebulan yang lalu?!" kata Jamil.
"Iiiyy..iya! Saya tahu, saya juga ikut ngubur waktu itu."
"Terus, kenapa lu sebut-sebut namanya?"
"Saya... saya tadi ketemu dia, Bang! Ketemu... iya, itu...
ketemu Bang Rubby , bekas sopir taksi itu."
"Ah, ngaco aja kali dia," sahut Eddy. "Kalau nggak, salah
lihat ! "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Beeener kok, sum... sumpah mampus deh! Saya lihat Bang
Rubby memasuki gang rumah kontrakan Haji Napih. Dia... dia
jalan dengan santai sambil ngisep rokok. Malahan... waktu
saya perhatiin, motor'saya jalan pelan-peian, dia... dia
menyapa saya: 'Dari mana,. Jang'...,gitu!" sambil menirukan
gaya merokoknya Rubby.
"Jangan-jangan elu salah lihat, Jang?!" ujar Mas Budi.
"Nggak k�k, Mas. Saya nggak sajah lihat. Makanya, setelah
saya yakin saya nggak salah lihat, dan saya mendengar
teguran dia, buru-buru saya tancap gas dengan sekujur tubuh
merinding sekali. Saya nggak jadi lewat jalan samping
mushola, saya langsung masuk jalan komplek lagi yang lebih
terang walau pun agak jauh ...!"
Semua orang yang ada di warung Mang Oyom sama-sama
terbungkam. Seolah-olah mereka tak mengerti harus
berkomentar ���. Dari wajah masing-masing terlihat
kebimbangan hati untuk menolak cerita itu atau mempercayai
kebenarannya .
"Saya... saya lihat. Bang Rubby seperti baru pulang dari
suatu tempat, dengan pakaian agak rapi, tapi nggak necisnecis
amat. Ia sempat kelihatan agak ragu sebentar sebelum
memasuki jalan gang menuju rumah kontrakan Haji Napih."
"��� iya si Rubby bangkit dari kuburnye ?!" gumam Bang
Eddy yang sangat kenal dengan almarhum Rubby.
Pria yang kesehariannya sebagai makelar ��� saja itu
memang sering bermain catur dengan Rubby. Kadang
menggunakan uang lima sampai sepuluh ribu sebagai modal
taruhannya. Rubby sering memarkirkan taksinya untuk
mangkal di samping warung Mang Oyom, sehingga semua
tukang ojek dan orang yang sering nongkrong di warung
Mang Oyom sangat kenal dengan Rubby.
Rubby tinggal di rumah kontrakan Haji Napih sudah hampir
dua tahun. Di rumah petak itu ia hidup bersama teman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekampung: Yannu, panggilannya. Keduanya belum
berkeluarga meski pun sudah berusia 28 tahun. Yannu juga
bekerja di perusahaan taksi yang sama dengan taksi yang
dibawa Rubby kesehariannya. Hanya bedanya, Rubby sopir
taksi, sedangkan Yannu salah satu teknisi yang setiap harinya
berada di pool. ��k�, ketika tersebar berita duka cita atas
kematian Rubby, orang pertama yang jatuh pingsan adalah
Yannu. Ia merasa seperti kehilangan
Continue reading on your phone by scaning this QR Code
Tip: The current page has been bookmarked automatically. If you wish to continue reading later, just open the
Dertz Homepage, and click on the 'continue reading' link at the bottom of the page.